Kebaya sudah menjadi pakaian nasional bagi wanita Indonesia, mulai dari
digunakan pada acara-acara adat/ keagamaan, hingga acara-acara resmi.
Keanggunan wanita Indonesia pun seolah bertambah ketika mengenakan kebaya.
Namun nyatanya, sebagian besar wanita Indonesia belum mengetahui asal-mula
kebaya itu sendiri.
Secara harfiah, kebaya berasal
dari kata arab yaitu “abaya” yang berarti pakaian. Dipercaya
kebaya berasal dari Tiongkok ratusan tahun yang lalu, kemudian menyebar ke
Malaka, Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi. Setelah akulturasi yang berlangsung
selama ratusan
tahun, kebaya akhirnya
diterima di budaya
dan norma setempat.
Mulanya, sebelum tahun 1600, kebaya
adalah pakaian yang hanya dikenakan keluarga kerajaan di Pulau Jawa. Selama
masa kendali Belanda di pulau Jawa,
wanita-wanita Eropa mulai mengenakan kebaya sebagai pakaian
resmi. Selama masa ini, kebaya diubah dari yang sebelumnya hanya
menggunakan barang tenunan mori, hingga mulai
menggunakan sutera dengan sulaman warna-warni.
Berjalannya waktu membuat
perubahan pada desain kebaya, hingga kebaya sempat tergerus zaman, terlebih di
masa pendudukan Jepang, dimana
kreativitas dan produktivitas bangsa ditekan hingga ke level yang paling
rendah. Banyak
rumah produksi kebaya tutup dan hanya sedikit perusahaan batik yang bisa
bertahan, hal ini disebabkan
pendudukan Jepang di Indonesia yang memutus jalur
perdagangan tekstil
dan perlengkapan penunjangnya.
Meski saat itu
jejak kebaya sedikit terhapus,
para
wanita pejuang kemerdekaan yang masih menggunakan kebaya (kebanyakan menggunakan jenis
kebaya kartini dan kebaya encim), kembali mempopulerkan kebaya,
kendati hal ini tidak mudah
karena harus bersaing dengan busana Barat yang
dianggap lebih “memerdekakan” perempuan dari simbolisasi kebaya masa lalu, yang
mengungkung perempuan dalam lilitan korset dan kain Panjang.
Kebaya dapat membedakan perempuan ke dalam kotak-kotak sosial mereka yang
sudah baku. Memberikan indikasi kelompok etnis, pekerjaan dan status sosial
dari laki-laki yang menjadi ayah atau suami mereka. Pada zaman kolonial, kain kebaya dapat menunjukkan perbedaan kelas sosial
perempuan dari berbagai kalangan. Perempuan Belanda pun mengenakan kebaya
dengan motif-motif yang berbeda dari yang dipakai oleh perempuan Jawa. Kaum ningrat
mengenakan kebaya berbahan sutra, beludru, atau brokat. Sementara, kalangan
biasa mengenakan kebaya buatan pabrik.
Setelah Indonesia merdeka, kain kebaya mempunyai
makna dan manifestasi berbeda. Di era revolusi ia merupakan lambang identitas
pribumi, maka dalam era Soekarno saat Indonesia sedang membangun, kebaya merupakan
identitas nasional. Kebaya dan batik dicanangkan sebagai pakaian nasional oleh
Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1968. Sejak saat itu, kebaya menjadi ciri
khas Indonesia, dimana pada saat itu pemakaian kebaya lebih dititikberatkan
pada kesan resmi.
keren banget kak suka deh
BalasHapusberita bts
Cara Bermain Slot Dragon Powerflame Ayo Daftar Sekarang Juga Dan Dapatkan Bonus Berlimpah !!!
BalasHapus